Abdullah
bin Mubarak pernah bercerita bahwasannya ada seorang bijak, cerdik cendekia
yang mengumpulkan empat puluh ribu hadits pilihan. Kemudian memilah dari empat
puluh ribu hadits itu menjadi empat ribu hadits. Dan dari empat ribu hadits itu
dipilihlah empat ratus hadits yang ditakhrijnya. Dan dari empat ratus itu
disaring menjadi empat puluh hadits. Dan dari empat puluh itu disarikan menjadi
empat kalimat berikut ini, yaitu:
Pertama,
( لَا تَثِقَنَّ بِامرَأَة عَلَى كُلِّ حَال ) janganlah terlalu percaya kepada wanita
pada segala hal. Artinya janganlah terlalu merasa tenang menyerahkan urusan
seratus persen kepada perempuan. Baiknya seorang kita selalu mengantisipasi
apapun yang dilakukan wanita. Bila demikian tidaklah hanya kepada perempuan
seseorang mengantisipasi urusan-urusannya. Tetapi kepada siapapun harus tetap
waspada. Karena itu jika mempercayakan sesuatu hendaklah mempercayakannya
kepada lebih dari seseorang agar ada kontrol diantara mereka.
Kedua,
(لَا تَغْتَرَنَّ بِاْلمَالِ عَلَى كُلِّ حَال) janganlah tertipu dengan harta. Memang
Harta itu bisa diumpamakan seperti api. Ketika masih kecil sangat menawan,
tetapi bila besar malah menghawatirkan, dia bisa menghanguskan apapun yang ada
disekitarnya. Begitu pula harta berhati-hatilah dengan harta. Seringkali orang
merasa aman ketika disakunya ada uang, padahal tidak demikian. justru uang
itulah yang memanggil kecelakaan. Baik kecelakaan secara dhahir maupun secara
bathin.
Perhiasan yang megah yang ada
ditangan maupun di jari-jari juga dileher sering memanggil-manggil kejaahatan.
Begitu pula kecelakaan bathin, karena ada uang seseorang bisa mampir
ketempat-tempat makshiyat yang tidak mungkin dikunjungi ketika tidak punya
uang. Nah khatib hanya mengingatkan siapakah mereka yang sekarang lagi
kebingungan menyembunyikan uangnya dari kejaran pemerintah dan para pengusaha
hitam kelas kakap? Pastilah orang yang memiliki banyak harta. Lain halnya dengan harta yang kita
tasharufkan dijalan Allah.Swt, karena dalam
suatu riwayat menyebutkan bahwasanya harta yang di tasharufkan di jalan Allah. Maka
ia akan menjadi penerang kita kelak di alam kubur. Dan semoga kita keluarga
asy-syifa’ termasuk yang ini. Amin... J
Ketiga, ( لَاتَحْمِلْ مَعِدَّتَكَ مَالَاتُطِيْقُهُ ) janganlah
membebani perut dengan muatan yang diluar kemampuannya. Secara ilmu
kesehatan hal ini akan mengakibatkan datangnya berbagai penyakit. Karena segala
unsur yang berbahaya di dunia ini bisa mengancam diri manusia, ketika sesuatu
itu masuk kedaam tubuh manusia melalui mulut dan mampir ke dalam perut. Itulah
awal mula segala penyakit. Sebagaimana sabda Rasulullah saw أَصْلُ كُلِّ دَاء
الْبَرَدَةُ Bahwa sumber
segala penyakit adalah buruknya pencernaan.
Mengenai kesehatan pencernaan
ini Rasulullah saw peernah bersabda dalam hadits yang diceritakan oleh sahabat
anas:
عن أنس وابن السنى وابو نعيم عن علي وعن ابن سعيد وعن الزهري أَصْلُ كُلِّ
دَاءٍ مُتَعَلِّقٍ بِالْمَعِدَّةِ التُّخْمَةُ وَهِيَ اِدْخَالُ الطَّعَامِ عَلَى الطَّعامِ
وَكَذَا شُرْبُ الْمَاِء عَقْبَ الطَّعَامِ اوْ بَيْنَ الطَّعَامِ قَبْلَ هَضْمِ الأول
Bahwa sannya sumber segala
penyakit yang berhubungan dengan perut adalah at-tuhmah, yaitu memasukkan
makanan terus msnerus. Begitu juga menenggak minum setelah makan atau ditengan
makan sebelum makanan pertana dicerna.
Baiknya juga diperhatikan
bahwa memakan sesuatu dengan berlebihan itu menandakan nafsu yang besar.
Sedangkan nafsu itu sendiri haruslah dikendalikan agar hidup bisa sejahtera.
Keempat,
( لَاتَجْمَعْ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَايَنْفَعُكَ )
jangan mengumpulkan ilmu apapun yang tidak bermanfaat. Kalimat terkhir
ini bila difahami dengan seksama maka akan berarti,’’ jangan sampai seseorang
memiliki ilmu yang tidak bermanfaat’’. Jangan sampai ada ilmu yang tidak diamalkan. Karenya semua
ilmu baiknya harus diamalkan. Walaupun ilmu itu hanya sedikit. Demikianlah
hubungan ilmu dan manfaat, keduanya tidak bisa dipisahkan bila ingin
kesempurnaan.
Seorang lelaki pernah berkata kepada Abu Hurairah
“aku ingin mempelajari ilmu, tetapi aku takut menyia-nyiakannya” kemudian Abu
Hurairah menjawab “cukuplah kamu meninggalkan ilmu itu termasuk menyia-nyiakan
ilmu”.
Karena itulah seseorang harus
berhati-hati memahami riya’, seringkali seseorang sengaja meninggalkan amal
(ilmunya jadi tidak bermanfat) karena Syaithan membisiki dalam telinganya
“Janganlah engkau beramal di depan orang lain, jika saja engkau melakukan
sesuatu pastilah itu tidak karena Allah, karena itu berhentilah sekalian.
Jangan lakukan sesuatu, itu lebih baik.”
Mengertilah bahwa beramal demi
Allah dengan tulus ikhlas itu sungguh amat susahnya. Karena itu, tetaplah
beramal walaupun amal itu masih bercampur riya. Anggap saja itu sebagai
latihan. Dan jangan pernah menggugurkan amal karena riya karena itulah hakikat riya’
sejati.
0 comments:
Posting Komentar