Kasus ini sering terjadi di tengah masyarakat. Kondisi ekonomi
seseorang yang kadang kurang menentu turut mempengaruhi pelaksanaan
anjuran aqiqah. Mereka yang berkecukupan dan diberi kelapangan rizki
tentunya ingin segera melaksanakan anjuran ini demi rasa bersyukur
mereka atas lahirnya sang buah hati yang di dambakan dan dinantikan.
Sebaliknya bagi orang tua yang perekonomiaannya sedang dalam masa sulit
saat kelahiran putra atau putrinya, mereka akan terasa berat melakukan
ibadah ini.
Sebagaimana telah kita bahas pada Oleh Ulama sebelumnya, bahwa anjuran untuk melaksanakan aqiqah oleh orang tua kepada anaknya berakhir ketika si anak telah baligh. Setelah itu si anak diperbolehkan memilih untuk melaksanakan sendiri aqiqahnya atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah lebih utama karena akan terhindar dari pendapat ulama yang menganggap bahwa aqiqah hukumnya wajib.
Artinya anjuran aqiqah yang dibebankan kepada orang tua masa aktifnya berakhir ketika sang anak baligh. Kalaupun orang tua masih tetap ingin melaksanakan aqiqah untuk anaknya, maka caranya adalah dengan memberikan uang kepada anaknya agar digunakan untuk membeli hewan yang akan disembelih sebagai aqiqahnya. Dengan demikian niatan mulia orang tua tetap terakomodir, disamping pula anjuran aqiqah juga terlaksana.
Selanjutnya ketika merujuk pada kitab al-Majmu’ karya imam Nawawi yang menyebutkan bahwa hukum aqiqah untuk orang lain (bukan dirinya sendiri) adalah boleh selama orang yang diaqiqahi mengijinkan. Penulis kitab menjelaskan:
Referensi diatas juga mengandung arti bahwa aqiqah yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain dapat dinyatakan sah apabila mendapat persetujuan (izin) dari orang yang diaqiqahi.
Sebagaimana telah kita bahas pada Oleh Ulama sebelumnya, bahwa anjuran untuk melaksanakan aqiqah oleh orang tua kepada anaknya berakhir ketika si anak telah baligh. Setelah itu si anak diperbolehkan memilih untuk melaksanakan sendiri aqiqahnya atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah lebih utama karena akan terhindar dari pendapat ulama yang menganggap bahwa aqiqah hukumnya wajib.
Artinya anjuran aqiqah yang dibebankan kepada orang tua masa aktifnya berakhir ketika sang anak baligh. Kalaupun orang tua masih tetap ingin melaksanakan aqiqah untuk anaknya, maka caranya adalah dengan memberikan uang kepada anaknya agar digunakan untuk membeli hewan yang akan disembelih sebagai aqiqahnya. Dengan demikian niatan mulia orang tua tetap terakomodir, disamping pula anjuran aqiqah juga terlaksana.
Selanjutnya ketika merujuk pada kitab al-Majmu’ karya imam Nawawi yang menyebutkan bahwa hukum aqiqah untuk orang lain (bukan dirinya sendiri) adalah boleh selama orang yang diaqiqahi mengijinkan. Penulis kitab menjelaskan:
فَرْعٌ-لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ
Artinya; (cabang pembahasan), seandainya ada seseorang menyembelih
hewan (aqiqah) untuk orang lain tanpa seizinnya, status hewan tersebut
bukan hewan aqiqah.Referensi diatas juga mengandung arti bahwa aqiqah yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain dapat dinyatakan sah apabila mendapat persetujuan (izin) dari orang yang diaqiqahi.
0 comments:
Posting Komentar