Menjadi istri shalilah tidaklah menjadikan seorang perempuan tak
punya suara dalam rumah tangganya. Justru kebijakan dan pendapatnya
dibutuhkan suami dalam membantu masalah yang dihadapinya.
Ummul Mukminin Ummu Salamah ra pernah mengemukakan suatu pendapat untuk memecahkan masalah yang dihadapi suaminya, Rasulullah saw. Pada peristiwa Hudaibiyah, kaum Muslimin berangkat dari Madinah ke Mekah untuk melakukan umrah. Namun mereka tak diizinkan masuk Mekah oleh kaum Quraisy.
Beberapa kesepakatan dibuat dengan kaum Quraisy. Tapi, kaum Muslimin seakan kecewa dengan keputusan Rasulullah tersebut. Mereka belum paham hikmah besar di balik itu.
Kekecewaan pun mengemuka, sampai-sampai mereka tak melakukan perintah Rasulullah untuk menyembelih hewan qurban yang mereka bawa. Kegundahan Rasulullah diungkapkan kepada Ummu Salamah yang ikut dalam rombongan.
Ummu Salamah berujar, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin mereka melakukannya? Keluarlah, dan jangan bicara dengan siapa pun sampai engkau menyembelih hewan qurban dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.”
Rasulullah mengikuti saran istrinya. Benar saja, melihat apa yang dilakukan Rasulullah, kaum Muslimin pun melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah sebelumnya. Mereka tersadar dan sedih karena sempat melalaikannya.
Ummu Kultsum binti Abu Bakar di masa berikutnya juga memberi saran yang menenteramkan hati suaminya, Thalhah bin Ubaidillah. Suatu kali Thalhah mendapat harta sebesar 700 ribu dirham dari bisnis yang dijalankannya. Namun ini justru membuatnya gundah. Saat sang istri menanyakan kegelisahannya, ia menjawab, “Aku berpikir, apa sangkaan seorang lelaki kepada Rabb-nya jika semalaman dia tidur dengan uang sebanyak itu di rumahnya.”
Dengan bijak Ummu Kultsum berkata, “Apa yang merisaukanmu dibutuhkan oleh kaum Muslimin dan sahabat-sahabatmu. Maka, pagi-pagi sekali bagikanlah kepada mereka.”
Thalhah lega mendengar saran istrinya. Esok harinya, seluruh harta itu dibagikan kepada para sahabat dan kaum Muslimin hingga tak bersisa. Hanya wanita shalilah yang bisa memberi saran seperti itu.
Pada masa tabi’in ada Fatimah binti Al Mundzir. Tak sekadar memberi saran, ia adalah guru bagi suaminya, Hisyam bin Urwah bin Zubair. Fathimah menguasai dengan baik ilmu periwayatan hadits. Dialah tempat bertanya sang suami terkait ilmu yang dikuasainya itu.
Memahami benar ilmu agama, pasangan ini dapat saling mengisi tanpa perasaan rendah satu sama lain. Anak-anak yang shalih pun lahir dalam keluarga ini dan menjadi manusia terbaik di zamannya.
Istri tak hanya jadi perhiasan. Intelektualitasnya dibutuhkan pula dalam rumah tangga. Maka membekali diri dengan ilmu dan kebijaksanaan hendaknya menjadi perhatian utama Muslimah.
Ummul Mukminin Ummu Salamah ra pernah mengemukakan suatu pendapat untuk memecahkan masalah yang dihadapi suaminya, Rasulullah saw. Pada peristiwa Hudaibiyah, kaum Muslimin berangkat dari Madinah ke Mekah untuk melakukan umrah. Namun mereka tak diizinkan masuk Mekah oleh kaum Quraisy.
Beberapa kesepakatan dibuat dengan kaum Quraisy. Tapi, kaum Muslimin seakan kecewa dengan keputusan Rasulullah tersebut. Mereka belum paham hikmah besar di balik itu.
Kekecewaan pun mengemuka, sampai-sampai mereka tak melakukan perintah Rasulullah untuk menyembelih hewan qurban yang mereka bawa. Kegundahan Rasulullah diungkapkan kepada Ummu Salamah yang ikut dalam rombongan.
Ummu Salamah berujar, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin mereka melakukannya? Keluarlah, dan jangan bicara dengan siapa pun sampai engkau menyembelih hewan qurban dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.”
Rasulullah mengikuti saran istrinya. Benar saja, melihat apa yang dilakukan Rasulullah, kaum Muslimin pun melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah sebelumnya. Mereka tersadar dan sedih karena sempat melalaikannya.
Ummu Kultsum binti Abu Bakar di masa berikutnya juga memberi saran yang menenteramkan hati suaminya, Thalhah bin Ubaidillah. Suatu kali Thalhah mendapat harta sebesar 700 ribu dirham dari bisnis yang dijalankannya. Namun ini justru membuatnya gundah. Saat sang istri menanyakan kegelisahannya, ia menjawab, “Aku berpikir, apa sangkaan seorang lelaki kepada Rabb-nya jika semalaman dia tidur dengan uang sebanyak itu di rumahnya.”
Dengan bijak Ummu Kultsum berkata, “Apa yang merisaukanmu dibutuhkan oleh kaum Muslimin dan sahabat-sahabatmu. Maka, pagi-pagi sekali bagikanlah kepada mereka.”
Thalhah lega mendengar saran istrinya. Esok harinya, seluruh harta itu dibagikan kepada para sahabat dan kaum Muslimin hingga tak bersisa. Hanya wanita shalilah yang bisa memberi saran seperti itu.
Pada masa tabi’in ada Fatimah binti Al Mundzir. Tak sekadar memberi saran, ia adalah guru bagi suaminya, Hisyam bin Urwah bin Zubair. Fathimah menguasai dengan baik ilmu periwayatan hadits. Dialah tempat bertanya sang suami terkait ilmu yang dikuasainya itu.
Memahami benar ilmu agama, pasangan ini dapat saling mengisi tanpa perasaan rendah satu sama lain. Anak-anak yang shalih pun lahir dalam keluarga ini dan menjadi manusia terbaik di zamannya.
Istri tak hanya jadi perhiasan. Intelektualitasnya dibutuhkan pula dalam rumah tangga. Maka membekali diri dengan ilmu dan kebijaksanaan hendaknya menjadi perhatian utama Muslimah.
0 comments:
Posting Komentar